SULSELBAR - Sekali waktu, ketika aku bertandang ke Kabupaten Bulukumba dan berkeliling di daerah berpredikat Butta Panrita Lopi itu, ingin rasanya, kumeneteskan air mata. Utamanya, dikala kusadari betapa Bulukumba sangat jauh mengalami keterbelakangan pembangunan dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir. Terbukti, hampir 80 persen sekolah dasar yang sempat aku kunjungi, kondisi sarana prasarananya terlihat begitu memprihatinkan. Dimana, hampir semua sekolah tersebut, sama sekali, nyaris tak tersentuh perhatian pemerintah kabupaten.
Hal ini diperkuat dengan ungkapan Kepala Sekolah SDN 198 Bira, Hj. Andi Fatimah, S.Pd yang menyatakan "bahwa sejak dibangunnya, pada tahun 1975 silam, SD ini, baru sekali waktu mendapat kucuran anggaran rehabilitasi bangunan kelas. Sehingga adalah hal yang sangat wajar, bila beberapa bagian perumahan di sekolah tersebut masih tampak sangat memprihatinkan.
Fakta lain diungkapkan Anye Haerani, Puteri bulukumba asal Tanete yang turut menyatakan keprihatinan mendalam melihat kondisi kekinian Kabupaten Bulukumba. Terlebih lagi, ketika memperhatikan kondisi infrastruktur Kabupaten Bulukumba yang dianggap perlu mendapatkan perhatian serius pemerintah kabupaten.
Pasalnya, dari sisi SDM, orang bulukumba termasuk cukup disegani dan diakui. Tetapi, akan lebih bagus lagi, ketika sarana dan prasarana sekolah, terutama yang berada di wilayah pedesaan dapat segera dibenahi. Dimana hal ini, tentunya sangat diharapkan dapat mendukung terbentuknya generasi yang lebih matang dan berkompeten di daratan Butta Panrita Lopi dalam kurun waktu beberapa puluh tahun kedepan.
Potret keterbelakangan pembangunan Bulukumba serasa kian lengkap, dengan kian maraknya bangunan pemukiman warga miskin berkesan kumuh di daerah yang terletak di penghujung selatan Provinsi Sulawesi-Selatan itu. Sepertihalnya, yang banyak terlihat di wilayah Kelurahan Kasimpureng.
Penderitaan rakyat miskin Kabupaten Bulukumba, serasa kian sempurna, tatkala musim penghujan tiba, pada saat pemukiman mereka harus terendam genangan air hujan. Sebagai dampaknya, potensi penyakit kulitpun semakin dekat dengan rakyat miskin terpinggirkan di wilayah Kecamatan Ujung Bulu. Peristiwa meninggalnya seorang balita perempuan penderita gizi buruk, pada tanggal 29 Januari 2009 dari Kelurahan Kasimpureng lagi-lagi menjadi sebuah realita tak terbantahkan, akan tingginya jumlah ralyat miskin di daerah ini. Balita pemilik berat 6,3 kilogram tersebut menghembuskan nafas terakhirnya, setelah sebelumnya, dia sempat menjalani perawatan intensif di RSUD Andi Sulthan Dg Radja, Kabupaten Bulukumba, lantaran kekurangan asupan gizi dari orangtua. Menurut dr. Bambang Haryanto Sp.A, hal ini disebabkan, faktor ekonomi keluarga.(fadly)