BANTEN - Komisi II DPRD Banten mendukung langkah pemerintah Provinsi Banten yang berencana membeli gabah petani mulai 2011, dalam upaya mengantisiasi kenaikan harga beras disaat musim paceklik dan sebagai cadangan pangan.
"Ini langkah baik dalam upaya interpensi pemerintah terhadap cadangan pangan serta mengendalikan harga beras, disaat bukan musim panen. Meskipun, pada tahap awal ini anggarannya masih minim," kata Ketua Komisi II DPRD Banten Budi Prayogo di Serang, baru-baru ini.
Ia mengatakan, permasalahan tingginya harga beras di Banten yang hampir terjadi setiap tahun atau sudah menjadi siklus tahunan, disebabkan tata niaga beras yang tidak berjalan dengan baik. Sebab, setiap tahun produksi gabah di Banten selalu surplus, pada 2010 diperkirakan produksi gabah mencapai 2,1 juta ton, sementara kebutuhan diperkirakan hanya 1,3 juta ton pada 2010.
Namun, karena banyaknya gabah petani yang dijual ke luar Banten oleh tengkulak, sehingga saat kembali ke Banten sudah menjadi bentuk beras harganya menjadi tinggi.
Padahal, jika pemerintah daerah melakukan interpensi dengan cara membeli gabah petani untuk cadangan disaat musim paceklik, maka harga beras tersebut kemungkinan bisa stabil ataupun jika naik tidak terlalu tinggi.
Untuk itu, kata dia, Komisi II mendukung langkah pemprov Banten untuk memperbaiki tata niga beras dengan cara membeli gabah petani mulai 2011 yang ditampung melalui gabungan kelompok tani (gapoktan) dengan anggaran sementara yang disediakan sekitar Rp1,5 miliar.
"Provinsi lain setiap tahun bisa puluhan miliar untuk membeli gabah petani sebagai cadangan. Untuk tahap awal Banten hanya menganggarkan Rp1,5 miliar," katanya.
Budi mengatakan, rencananya pembelian gabah tersebut dibawah kordinasi Badan Ketahanan Pangan Daerah (BKPD) bersama gabungan kelompok tani. Nantinya cadangan gabah tersebut bisa dijual kembali kepada warga atau petani dengan harga yang normal disaat bukan panen atau musim paceklik.
Sementara itu Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Banten Hudaya mengatakan, pihaknya mengaku kesulitan mengendalikan harga beras di Banten yang terus naik hingga mencapai Rp8.200 per kilogram.
Ia mengatakan, untuk bisa mengendalkan harga beras di Banten, maka perlu dilakukan perbaikan tata niaga beras. Yakni dengan cara pemerintah daerah membeli beras petani dengan harga sesuai pasar untuk membendung pembelian oleh tengkulak yang dibawa ke luar Banten.
"Karena gabah dibawa ke luar daerah dan kembali ke Banten sudah menjadi beras, hargannya tinggi disebabkan beban biaya transportasi bisa mencapai 40 persen membebani harga gabah tersebut. Padahal idelanya beban transportasi itu sekitar 8 sampai 12 persen," kata Hudaya
Hudaya mengatakan, untuk memperbaiki sistem tata niaga beras tersebut, pihaknya mengusulkan agar BUMD bisa melakukan pembelian harga beras dengan harga yang bersaing dengan para tengkulak beras. (Lela)

04 Desember 2010
Staff Redaksi
Hendrik S (Polda Metro Jaya) (Jaksel) Robin S (Jaktim) Ramdani BE (Jakpus) (Jakut) Biro Bekasi :Sepmi R (Kabiro) , Joni Sitanggang, Binton Juntak, Mustofa, Ringan Simbolon, Haerudin, Herman Sitanggang, Mulayadi TH, Togar S, Banjarnahor, Syafi'i M, Biro Kab.Bogor :(Kabiro) Depok : Radot S, (Kabiro), Karawang : Ade Junaidi (Kabiro), Rihas Purnama YM, Edi Askam, Mustamir, Otong, Wawan, Junaedi, Sopyan Junior, Mumuh MuhamadMursid. Perwkln Jabar: Idris C.Pasaribu (Ka Prwkl), Ungkap M, Deni Ridwan, Parasman. Biro Cimahi : Martunas S. Prwkln Lampung : (Ka.Prwkln) Kab Tanggamus : (Ka.Prwkl), Biro Tanjabbar :Hasbullah, Biro Kab/Kota Siantar : Buhardo Siahaan.Sulselbar : Fadly Syarif