.jpg)
Kepala Desa Kota Bangun III Endro Kusnandar dan Kepala Desa lebak Cilong Syahruddin, keduanya kemungkinan besar akan terjerat hukum dalam kasus penjualan lahan “siluman”. [ foto : Irwan ]
KOTA BANGUN - Perbuatan seorang kepala desa yang merugikan warganya sangatlah tidak patut dicontoh, hal ini dilakukan oleh Kepala Desa Kota Bangun III yang terletak di dalam wilayah satuan pemukiman 3 (SP3) transmigrasi kecamatan Kota Bangun, kabupaten Kutai Kartanegara. Lahan milik masyarakat seluas hampir 8 hektar dijual oleh kepala desa Kota Bangun III Endro Kusnandar kepada perusahaan tambang PT. Gunungbayan Pratama Coal site Kota Bangun.
Konspirasi penjualan lahan masyarakat ini juga melibatkan kepala desa Lebak Cilong, Syaharuddin, dengan menerima uang sebesar Rp.110 juta hal ini diakui sendiri oleh Endro dengan surat keterangannya yang menyatakan telah memberikan uang hasil penjualan lahan kepada kepala desa Lebak Cilong atas nama Syaharuddin, surat keterangan ini dibuat dan ditandatangani sendiri oleh Endro Kusnandar dan distempel dengan menggunakan stempel kepala desa Kota Bangun 3.
Namun keterangan Kuddin yang menjabat sebagai sekretaris desa Lebak Cilong kepada Patroli Bangsa mengatakan bahwa uang yang diberikan oleh kepala desa Kota Bangun 3 hanya Rp. 90 juta karena telah dipotong untuk “jatah” muspika dan sisa uang tersebut masih ada. “ Uang yang diberikan oleh pak Endro belum kami gunakan karena khawatir nantinya ada warga yang menuntut lahan yang dijual tersebut adalah miliknya,” jelas Kuddin.
Adapun lahan yang dijual adalah lahan milik masyarakat setempat atau bukan milik warga transmigrasi yang tidak memiliki sertifikat tetapi untuk mendongkrak harga jualnya ke perusahaan tambang maka Endro Kusnandar sebagai kepala desa Kota Bangun 3 mendudukkan sertifikat di atas lahan tersebut atas nama Dedi Junaidi.
Menurut pengakuan Endro lahan tersebut dijual ke perusahaan seharga Rp.40 juta/hektarnya tetapi sebagian warga masyarakat desa Kota Bangun 3 mengatakan bahwa harga lahan tersebut bukan Rp. 40 juta melainkan Rp. 80 juta hal ini dipertegas juga oleh pengakuan anggota BPD desa Kota Bangun 3.
Menurut anggota BPD desa Kota bangun 3 yang minta agar namanya tidak dimediakan menjelaskan pembagian uang hasil penjualan lahan tersebut dibagikan kepada 21 orang ketua RT sebesar Rp. 300.000, 5 orang kepala dusun Rp. 350.000, 16 orang pengurus LPM Rp. 250.000, 7 orang pengurus BPD Rp. 500.000 dan perangkat desa lainnya masing-masing menerima Rp. 500.000.
Dana tersebut masih tersisa sebab jatah desa Kota Bangun 3 sebesar Rp. 180.000.000 ini lebih banyak dari jatah uang penjualan tanah “siluman” yang diterima desa Lebak Cilong sebesar Rp. 110.000.000.
Sewaktu Dedi Junaidi dikonfirmasi oleh warga mengenai sertifikat yang mengatas nemakan dirinya dengan tegas dibantah oleh Dedi dengan menunjukkan sertifikat miliknya dengan nomor 1052 seluas 9940 M² yang dikeluarkan oleh dinas transmigrasi kabupaten Kutai Kartanegara, sedangkan lahan yang dijual oleh Endro Kusnandar bernomor 1108, 1107 ( tidak dicantumkan nama pemiliknya ) dan 1106 atas nama Dedi, sesuai dengan sket peta pembebasan lahan block SP yang dikeluarkan oleh PT. Gunungbayan Pratama Coal.
“ Ini merupakan pembodohan dan penipuan publik yang dilakukan oleh dua orang kepala desa, dan kami dari tim sepuluh desa Lebak Cilong akan menuntut pertanggung jawaban orang-orang yang telah berkonspirasi menjual lahan masyarakat serta akan kami laporkan ke pihak yang berwajib,” terang Mazriansyah yang juga menjadi ketua tim sepuluh kepada Patroli Bangsa.
Investigasi awal, Patroli Bangsa menemukan adanya keterlibatan pihak humas perusahaan tambang dalam hal penjualan lahan dan pemalsuan sertifikat milik warga transmigrasi di kecamatan Kota Bangun ini, jika hal ini terbukti bukan tidak mungkin kepala desa Kota Bangun 3 Endro Kusnandar akan mengikuti jejak kepala desa Lebak Cilong Syahruddin yang sudah terlebih dahulu diadukan oleh warganya ke polsek Muara Wis dalam kasus penyalahgunaan tanda tangan untuk mengesahkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa tahun 2009.
Daerah satuan pemukiman transmigrasi di kecamatan Kota Bangun mulai ditempati oleh warga sejak tahun 1983 dan sebagian besar warganya berasal dari provinsi Jawa Barat dan Jawa Timur. Penempatannya dibagi ke dalam 3 satuan pemukiman yang menempati areal seluas 3615 hektar, ini sesuai dengan keputusan gubernur Kalimantan Timur nomor : 25/BPN-16/UM-25/VII-1996 tentang pembaharuan surat keputusan Gubernur Kalimantan Timur nomor : 23/DA/1982 di kecamatan Kota Bangun kabupaten Kutai Kartanegara seluas 13.000 hektar untuk pemukiman transmigrasi.
Sudah seharusnya pihak-pihak yang terkait termasuk aparat penegak hukum memberikan perhatian yang lebih untuk kasus-kasus seperti yang terjadi di desa Kota Bangun 3 dan desa Lebak Cilong ini, sebab bukan tidak mungkin kasus serupa masih banyak dan belum terungkap. [ Irwan ]