SENDAWAR. Ratusan kubik pohon tengkawang yang berada di kawasan hutan lindung gunung Ketam ditebang secara ilegal oleh PT. Indowana Argo Timber. Jenis kayu tengkawang ini adalah salah satu pohon adat yang dilindungi dan dilarang untuk ditebang dengan alasan apapun, titik tengah koordinat hutan lindung gunung Ketam berada di 115° - 50’ - 00” Bujur Timur dan 01° - 05’ - 00” Lintang Selatan. Selain itu terdapat juga ratusan kubik batang kayu yang telah ditebang tetapi tidak diambil dengan alasan yang tidak jelas, namun menurut pengamatan Patroli Bangsa batang-batang tersebut tidak diambil karena kelebihan kubikasi penebangan yang dilakukan oleh PT. Indowana Argo Timber, sehingga batang-batang kayu tersebut sengaja ditimbun atau dibiarkan membusuk di lokasi blok penebangan.
PT. Indowana Argo Timber adalah pemegang hak usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dalam hutan alam pada hutan produksi yang izinnya dimulai tahun 2007 sampai 2015. luas lahan untuk rencana kerja awalnya adalah seluas 48.303 hektar yang berada di kecamatan Siluq Ngurai kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur. Izin awal tersebut dikeluarkan oleh kepala dinas kehutanan Kalimantan Timur Ir. H. Budi Pranowo, MM dengan nomor 522.110.1/03/Kpts/RKT/DK-VII/2007 pada tanggal 28 Desember 2007. Tahun 2008 blok atau petak tebangan disetujui seluas 1.625 hektar atau 71.000 M³ yang masing-masing berada di desa Lendian/Klawit seluas 620 hektar atau 29.000 M³ dan di desa Tonaq seluas 1.055 hektar atau 42.000 M³.
Namun hasil investigasi Patroli Bangsa menemukan kelebihan kubikasi ( jumlah yang diizinkan untuk ditebang, red ) sekitar 4000 M³ dikampung Bango dan dibiarkan membusuk lalu blok penebangan tersebut di tutup sehingga tidak terpantau oleh instansi yang berwenang dalam hal pengawasan jumlah penebangan.
Menurut warga desa Lendian dan Kendesiq bukan PT. Indowana Argo Timber saja yang melakukan pelanggaran ketentuan penebangan tetapi beberapa perusahaan yang berada di kecamatan Bongan dan kecamatan Siluq Ngurai juga melakukan hal serupa diantaranya adalah PT. BPN Forest Industries, PT. Sumber Mas Timber, PT. Jatirin, PT. Timber Dana, PT. Telaga Mas Kalimantan dan PT. Inne Dong Hwa beberapa perusahaan tersebut berada di area non HPH.
Parahnya lagi beberapa perusahaan tersebut tidak melakukan pemberitahuan terlebih dahulu kepada para pemilik lahan atau pewaris hutan adat sehingga masyarakat merasa sangat dirugikan oleh ulah para perusahaan kayu tersebut.
Saat dikonfirmasi oleh Patroli Bangsa manager perencanaan yang merangkap sebagai Humas PT. Indowana Argo Timber, Ir. Pit Nasuha Adi tidak dapat mengelak kalau pihaknya melakukan pelanggaran dalam ketentuan jumlah maksimal kubikasi penebangan dan jenis kayu yang diizinkan untuk ditebang.
Pihak manajemen PT. Indowana Argo Timber juga tidak pernah merealisasikan janji yang telah disepakati dengan masyarakat yang berada disekitar konsesinya yaitu memberikan bantuan sembako dan satu drum solar perbulan, dan sejak Januari 2009 PT. IAT juga menghentikan pemberian insentif kepada petinggi kampung sampai batas waktu yang tidak ditentukan. Keputusan ini berdasarkan surat keputusan direksi PT. Indowana Argo Timber no : 30/SP/IAT-BC/XII/2008 tertanggal 19 Desember 2008 yang ditandatangani oleh Manager Camp Sugianto.
Kepedulian perusahaan kayu ini terhadap masyarakat sekitarnya sangat kurang atau dapat dikatakan tidak ada sama sekali, ini terlihat dari kondisi kehidupan dan kesejahteran masyarakat yang berada di bawah garis kemiskinan. Kesempatan kerja pun demikian, semua tenaga kerja yang bekerja di perusahaan PT. Indowana Argo Timber berasal dari luar daerah atau luar pulau Kalimantan.
“ Perusahaan kayu ini tidak mau menerima kami dari masyarakat sekitar untuk bekerja karena takut pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan tersebut diketahui oleh kami,” jawab tokoh pemuda kampung Lendian kepada Patroli Bangsa.
Aparat pemerintah di Kutai Barat yang terkait dalam hal pengawasan penebangan hutan para pemegang HPH seakan menutup mata, bahkan terkesan melindungi perbuatan para pemegang HPH ini. Laporan dan pengaduan dari masyarakat tidak pernah ditanggapi apalagi ditindak lanjuti. Apabila aparat pemerintahan Kutai Barat tidak dapat bertindak tegas terhadap para pemengang hak HPH ini maka dalam kurun lima tahun lagi ribuan hektar hutan alam yang ada di Kutai Barat akan habis dan masyarakatlah yang paling dirugikan.[Irwan]

17 Juli 2009
Staff Redaksi
Hendrik S (Polda Metro Jaya) (Jaksel) Robin S (Jaktim) Ramdani BE (Jakpus) (Jakut) Biro Bekasi :Sepmi R (Kabiro) , Joni Sitanggang, Binton Juntak, Mustofa, Ringan Simbolon, Haerudin, Herman Sitanggang, Mulayadi TH, Togar S, Banjarnahor, Syafi'i M, Biro Kab.Bogor :(Kabiro) Depok : Radot S, (Kabiro), Karawang : Ade Junaidi (Kabiro), Rihas Purnama YM, Edi Askam, Mustamir, Otong, Wawan, Junaedi, Sopyan Junior, Mumuh MuhamadMursid. Perwkln Jabar: Idris C.Pasaribu (Ka Prwkl), Ungkap M, Deni Ridwan, Parasman. Biro Cimahi : Martunas S. Prwkln Lampung : (Ka.Prwkln) Kab Tanggamus : (Ka.Prwkl), Biro Tanjabbar :Hasbullah, Biro Kab/Kota Siantar : Buhardo Siahaan.Sulselbar : Fadly Syarif